Jakarta –
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap realisasi penyaluran gas dalam program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) turun dalam beberapa tahun terakhir untuk industri pupuk. Ada sejumlah hal yang jadi penyebabnya.
“Bila kita melihat lebih jauh pada data realisasi volume gas bumi tertentu (BBTUD) dalam lima tahun terakhir terdapat kecenderungan penurunan volume realisasi HGBT untuk industri walaupun tidak terlalu besar,” ucap Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024).
Dalam data yang dipaparkan dalam rapat tersebut, pada 2023 jumlah realisasi HGBT 668,28 BBTUD (billion british thermal unit per day) dari volume 824,06 BBTUD dengan persentase realisasi 84,3%. Sementara pada 2022, realisasi berkisar di angka 708 BBTUD dari volume 855,06 BBTUD dengan persentase 82,8%.
Tutuka menuturkan, tidak optimalnya realisasi volume HGBT, khususnya ke industri pupuk disebabkan dua hal. Pertama, mayoritas serapan yang tidak optimal karena kendala operasional pabrik.
“Serapan pembeli tidak optimal akibat dari maintenance dan kendala operasional pabrik,” jelasnya.
Penyebab kedua, keterbatasan kemampuan pasokan hulu serta pemeliharaan di sisi hulu migas yang dalam hal ini dikelola oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
(ara/ara)
Penyaluran gas dalam program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri pupuk mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Data menunjukkan bahwa volume realisasi HGBT untuk industri pupuk menurun dari tahun ke tahun. Pada 2023, realisasi HGBT mencapai 668,28 BBTUD dari total volume 824,06 BBTUD dengan persentase 84,3%, sedangkan pada 2022, realisasi sekitar 708 BBTUD dari total 855,06 BBTUD dengan persentase 82,8%.
Menurut Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, penurunan realisasi volume HGBT untuk industri pupuk disebabkan oleh dua hal. Pertama, mayoritas serapan tidak optimal karena kendala operasional pabrik, seperti maintenance dan kendala lainnya. Kedua, keterbatasan kemampuan pasokan hulu serta pemeliharaan di sisi hulu migas yang dikelola oleh SKK Migas.
Ini mengindikasikan bahwa program HGBT untuk industri pupuk mengalami tantangan, baik dari segi serapan maupun pasokan dari hulu. Hal ini juga menjadi perhatian dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM. Upaya untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi proses penyaluran gas bumi dalam program HGBT untuk industri pupuk perlu dilakukan dengan lebih baik agar program tersebut dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan.
Source link